Rabu, 11 Januari 2012

Iman Kepada Kitab Allah

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kitab yaitu buku : bacaan : wahyu Tuhan yang dibukukan. Sedangkan iman yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab dst : ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. Yang dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pedoman hidup (petunjuk) bagi umat manusia supaya dapat meraih kebahagian di dunia dan di akhirat.
Kita wajib beriman bahwa setiap hukum yang telah disampaikan para rasul kepada umat manusia itu atas perintah yang mereka terima langsung atau dengan perantaraan malaikat. Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 285:
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya .” (Q.S. Al Baqarah (2) : 285)
Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT hukumnya wajib. Wajib beriman kepada kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan kepada para rasul-Nya; maka pengingkaran terhadap salah satu kitab Allah, sama artinya dengan pengingkaran terhadap kitab-kitab Allah. Mengingkari kitab Allah, sama pula artinya mengingkari kepada Rasulullah, para Malaikat dan kepada Allah SWT. Orang yang mengaku Islam tetapi mengingkari iman kepada kitab-kitab Allah termasuk murtad (keluar dari islam).
Sebab itu, kita wajib beriman kepada kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi musa berupa suhuf-suhuf atau lembaran- lembaran (Q.S. 53 : 36-37), Taurat yang diwahyukan kepada nabi Musa ( Q.S. 5 : 44), Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud (Q.S. 17 : 55), Injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa putra maryam (Q.S. 5 : 44), dan yang terakhir yaitu kitab Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Q.S. 3 : 2-4)
Iman kepada kitab-kitab Allah dahulu berarti kita wajib percaya bahwa sebelum Al Qur’an, Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya, iman yang tidak mengharuskan kita untuk mengikuti dan patuh terhadap perundang-undangannya. Sebab perundang-undangan kitab-kitab suci yang dahulu telah terhapus, telah digantikan dengan perundang-undangan Al Qur’an. Maka Al Qur’anlah satu-satunya kitab yang sekarang kita ikuti dan kita imani.

Rukun Iman kepada Qada' dan Qadar

Pertama, Ilmu Allah swt. Beriman kepada qadha dan qadar berarti harus beriman kepda Ilmu Allah yang merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak azali. Dia mengetahui segala sesuatu. Tidak ada makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan. Dia juga mengetahui kondisi dan hal-ihwal mereka yang sudah terjadi dan yang akan terjadi di masa yang akan datang oleh karena ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Dialah Tuhan Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata.
Hal ini bisa kita temukan dalam beberapa ayat quraniah dan hadits nabawiah berikut ini.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [QS. Ath-Thalaaq (65): 12]
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Hasyr (59): 22]
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” [QS. Al-An’aam (6): 59]
“Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika menciptakan mereka.” (HR Muslim)
Kedua, Penulisan Takdir. Di sini mukmin harus beriman bahwa Allah swt. menulis dan mencatat takdir atau ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan sunnah kauniah yang terjadi di bumi di Lauh Mahfuzh—“buku catatan amal” yang dijaga. Tidak ada suatu apa pun yang terlupakan oleh-Nya. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hajj (22): 70]
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” [QS. Al-An’aam (6): 38]
“Yang pertama kali diciptakan Allah Yang Mahaberkah lagi Mahaluhur adalah pena (al-qalam). Kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Tulislah….” Ia bertanya, ‘Apa yang aku tulis?’ Dia berfirman, maka ia pun menulis apa yang ada dan yang bakal ada sampai hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Ketiga, Masyi`atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah). Seorang mukmin yang telah mengimani qadha dan qadar harus mengimani masyi`ah (kehendak) Allah dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya. Allah berfirman,
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [QS. Faathir (35): 44]
Adapun dalil-dalil tentang masyi`atullah sangat banyak kita temukan dalam Al-Qur`an, di antaranya sebagai berikut.
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” [QS. At-Takwiir (81): 29]
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus.” [QS. Al-An’aam (6): 39]
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” [QS. Yaasiin (36): 82]
“Siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka Dia akan menjadikannya faqih (memahami) agama ini.” (HR. Bukhari)
Simaklah apa jawaban Imam Syafi’i ketika ditanya tentang qadar berikut ini.
“Maka, apa-apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi meskipun aku tidak berkehendak
Dan apapun yang aku kehendaki—apabila Engkau tidak berkehendak—tidak akan pernah ada
Engkau menciptakan hamba-hamba ini sesuai yang Engkau ketahui
Maka dalam (bingkai) ilmu ini, lahirlah pemuda dan orang tua renta
Kepada (hamba) ini, Engkau telah memberikan karunia dan kepada yang ini Engkau hinakan
Yang ini Engkau tolong dan yang ini Engkau biarkan (tanpa pertolongan)
Maka, dari mereka ada yang celaka dan sebagian mereka ada yang beruntung
Dari mereka ada yang jahat dan sebagian mereka ada yang baik
Keempat, Penciptaan-Nya. Ketika beriman terhadap qadha dan qadar, seorang mukmin harus mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta alam ini selain Dia. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” [QS. Az-Zumar (39): 62]
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuranya dengan serapi-rapinya.” [QS. Al-Furqaan (25): 2]
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat Itu.“ [QS. Ash-Shaaffat (37): 96]
“Sesungguhnya, Allah adalah Pencipta semua pekerja dan pekerjaannya.” (HR. Hakim)
Inilah empat rukun beriman kepada qadha dan qadar yang harus diyakini setiap muslim. Maka, apabila salah satu di antara empat ini diabaikan atau didustakan, niscaya ia tidak akan pernah sampai gerbang keimanan yang sesungguhnya. Sebab, mendustakan satu di antara empat rukun tersebut berarti merusak bangunan iman terhadap qadha dan qadar, dan ketika bangunan iman terhadap qadar rusak, maka juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan tauhid itu sendiri.

Iman Kepada Allah

man kepada Allah Subhanhu wa ta’alaa adalah satu kalimat yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun demikian, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan iman kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa tersebut? Beriman kepada Allah subhanhu wa ta’alaa adalah membenarkan dengan yakin akan adanya Allah subhanhu wa ta’alaa, membenarkan dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya, kemudian juga membenarkan dengan yakin, bahwa Allah swt memiliki sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk). Sebuah pembenaran yang terealisir dalam hati, lisan, dan amal perbuatan.
Beriman kepada Allah subhanahu wa ta’alaa berarti meninggalkan segala bentuk penghambaan, bersandar, dan menyembah kepada selain Allah subhanahu wa ta’alaa. Segala bentuk aktivitas kehidupan, baik yang bersifat lahir maupun bathin, jasmaniah maupun ruhaniah, semuanya hanya ditujukan untuk beribadah kepada Allah subhanhu wa ta’alaa, untuk mendapatkan ridho dan rahmat Allah subhanhu wa ta’alaa.
Adapun dalil-dalil yangberkenaan dengan iman kepada Allah subhanhu wa ta’alaa adalah sebagai berikut:
Firman Allah subhanahu wa ta’alaa:
“Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat.” (QS. An Nisaa’ (4): 136
“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah (2): 163.)
“Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah (2): 255.)
“Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr (59): 22-24 )
“Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa. Dialah tempat bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dialah Allah, yang tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang sebanding dengan Dia.” (QS. Al Ikhlash (112): 1-4)
“Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha (20): 14)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka bartakwalah kepada-Ku.” (QS. Al Mukminun (23): 52)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka sembahlah Aku.” (QS. Al Anbiya (21): 92)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan-Tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak, binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arasy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al Anbiya’ (21): 22)
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi…” (QS. Al Baqarah (59): 177)
Sabda RasululIah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Di antara sejumlah hadits-hadits tersebut, terdapat sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik maupun buruk.”
“Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar hendak memeluk Islam): ‘Saya telah beriman akan Allah’, kemudian berlaku luruslah kamu.” (HR. Taisirul Wushul, 1: 18).
“Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah.” (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12).
“Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12)

Pendidikan Pesantren

Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tertua di indonesia.namanya berasal dari dua kata bahasa asing yang berbeda. Pondok berasal dari bahasa arab funduq yang berarti tempat menginap atau asrama (Zamakhsyari Dhofier, 1983 :18), sedang kata pesantren berasal dari kata santri, bahasa tamil yang berarti para penuntut ilmu (Yusuf Amir Feisal, 1984: 19) atau diartikan juga guru mengaji.
Karena makna yang dikandung oleh namanya itu, sebuah pondok pesantren selalu mempertahankan unsur-unsur aslinya yaitu: pondok, mesjid, pengajian kitab-kitab klasik yang disebut kitab kuning, santri, dan kiai atau guru mengaji. Kelima unsur tersebut selalu ada dalam setiap pondok pesantren. pendirian pesantren itu sendiri biasanya dimulai dari pengakuan suatu masyarakat tertentu kepada seseorang yang alim.
Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pesantren
  1. Sebagai lembaga pendidikan
  2. Sebagai lembaga penyiaran agama
Kendatipun kini telah banyak perubahan yang terjadi, namun inti fungsi utama itu masih melekat pada pesantren dari apa yang disebut modernisasi.
Menurut Dr. Sutomo, ada beberapa aspek yang menarik pada pesantren, yaitu:
  • Sistem pondok, dengan sistem ini, pendidikan, tuntunan, dan pengawasan dapat dilakukan secara langsung.
  • Keakraban hubungan antara kiai dan santri memungkinkan para kiai memberikan pengetahuan yang “hidup” pada santrinya.
  • Kemampuannya untuk mencetak atau mendidik manusia dalam memasuki semua lapangan pekerjaan secara merdeka dan mandiri.
  • Kehidupan kiai yang sederhana tetapi penuh dengan kesenangan dan kebahagiaan merupakan teladan yang baik bagi orang indonesia yang pada umumnya masih miskin.
  • Sistem pendidikannya yang dapat diselenggarakan dengan biaya murah merupakan sarana yang baik bagi usaha meningkatkan kecerdasan bangsa (M. Habib Chirzin, 1979:4).
Inti pendidikan yang ditanamkan di pondok pesantren adalah pendidikan watak dan pendidikan keagamaan. Sebagai komunitas belajar keagamaan, pesantren mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lingkungan sekitarnya. Dalam masyarakat pedesaan tradisional, kehidupan keagamaan tersebut merupakan bagian yang menyatu dengan kenyataan hidup masyarakat sehari-hari, sedangkan pemimpin keagamaan didesa adalah sesepuh yang berwibawa yang nasihat dan petunjuknya diakui oleh masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan pesantren, kiai mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Asal-usul pesantren, biasanya memang diawali oleh bermukimnya seorang kiai pada tempat tertentu. Tempat itu kemudian didatangi para santri yang ingin belajar mengaji padanya. Setelah beberapa waktu datanglah pada kiai itu seorang demi seorang warga masyarakat sekitarnya, yang kemudian disusul warga tetangga desa yang terdekat, orang dari daerah lain, dan seterusnya. Setelah jumlah santri menjadi banyak mereka membangun asrama dan tempat belajar secara gotong royong. di pesantren pabelan magelang misalnya, ruang belajar, asrama, tempat mengadakan kegiatan kesenian, sanggar lukis, bengkel, kolam ikan, kandang ternak, dan sebagainya dibangun sendiri oleh santrinya bersama pemuda dan masyarakat desa yang dilatih di pesantren itu dalam ketrampilan pertukangan kayu, batu, bengkel, peternakan, dan lain-lain. Kegiatan itu dimaksudkan agar pada diri santri tertanam dan tumbuh sikap mentak berkarya dan menghargai kerja tangan serta membina rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab untuk memelihara dan memanfaatkannya.
Kegiatan melatih masyarakat dipesantren ini menyebabkan pesantren menjadi salah satu lembaga pengembangan masyarakat desa yang penting. Ini terjadi karena beberapa alasan. Yang paling utama adalah karena letaknya di tengah-tengah masyarakat. Letak yang strategis itu menyebabkan kondisi lingkungan dan budayanya sangat berpengaruh pada masyarakat sekitarnya. Kiai atau ulama yang menjadi intinya lebih mudah memberi motivasi kepada masyarakat sekitarnya untuk membina sumber daya manusia dan alam lingkungannya.
  1. Sistem pendidikan di pesantren
Sistem pendidikan di pesantren dapat diselenggarakan dengan biaya yang relatif murah karena sebagian besar kebutuhan untuk mengajar disediakan bersama oleh para anggota dengan dukungan masyarakat di sekitarnya.ini memungkinkan kehidupan pesantren berjalan stabil tanpa dipengaruhi oleh gejolak atau perubahan-perubahan dalam kehidupan perekonomian yang terjadi di luar.
Proses belajar mengajar di lingkungan pesantren dilaksanakan dengan dua sistem: sistem sorogan dan sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton.yang dimaksud sistem sorogan adalah sistem belajar seorang santri yang menyorog-kan (menyodorkan) kitab yang akan dikajinya kepada kiai, memohon agar dibimbing mempelajari kitab tersebut. De4ngan sistem ini terjadilah proses belajar mengajar yang bersifat “personal”, karena santri tersebut diajar sebagai pribadi oleh kiai, tidak bersama-sama dengan yang lain. Dalam sistem sorogan, santri bebas menentukan program yang dipilihnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Ia bebas pula menentukan kitab yang akan dikajinya dan bebas pula memilih guru atau pembimbing yang akan membimbingnya.merekapun setelah tamat mengkaji kitab-kitab tertentu tidak diberi ijazah oleh pesantren bersangkutan, karena ijazah, menurut kalangan pesantren, diberikan oleh masyarakat kelak kalau masyarakat menerima dan mengakui ilmu serta kecakapannya.
Sistem sorogan yang memberikan pelayanan personal dan kebebasan kepada santri untuk menentukan program studinya serta keikutsertaannya dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dirinya merupakan sistem yang memberikan iklim yang baik bagi pertumbuhan pribadi santri yang bersangkutan, kemampuan berinovasi dan bertanggung jawab sendiri mengenai pilihan dan tindakan yang dilakukannya.

Adapun sistem bandongan atau weton adalah cara lain proses belajar mengajar di pesantren. Dalam sistem ini, kelompok santri yang terdiri dari 5 sampai 500 orang mendengarkan seorang kiai atau guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab-kitab islam. Setiap santri mendengarkan dan memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat catatan yang diperlukan. Kelompok kelas sistem bandongan ini disebut halaqah yang mana para santri duduk melingkar belajar bersama dibawah bimbingan seorang guru. Sistem ini memerlukan kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi para santri.
Karena sulitnya sistem bandongan ini banyak santri yang gagal mengikutinya, oleh karena itu seyogyanya sistem sorogan dilakukan terlebih dahulu, sebab seperti telah diuraikan diatas, sistem sorogan sangat efektif dikarenakan seorang guru dapat secara langsung mengawasi, menilai, dan membimbing santri secara maksimal.
Selain itu terdapat lima hal yang menjiwai kehidupan pondok pesantren yang disebut pancajiwa pondok pesantren yaitu:
  • Keikhlasan
  • Kesederhanaan
  • Sikap menolong diri sendiri
  • Persaudaraan
  • kebebasan

Kerajaan – kerajaan islam di Indonesia

Kerajaan – kerajaan islam di Indonesia
1    Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik Al-saleh dan sekaligus sebagai raja pertama pada abad ke-13. Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Semawe sekarang (pantai timur Aceh).
Sebagai sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai. Raja-raja yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut:
(1) Sultan Malik Al-saleh berusaha meletakkan dasar-dasar kekuasaan Islam dan berusaha mengembangkan kerajaannya antara lain melalui perdagangan dan memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai berkembang menjadi negara maritim yang kuat di Selat Malaka.
(2) Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-1326. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Perlak kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai.
(3) Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M). Raja yang bernama asli Ahmad ini sangat teguh memegang ajaran Islam dan aktif menyiarkan Islam ke negeri-negeri sekitarnya. Akibatnya, Samudra Pasai berkembang sebagai pusat penyebaran Islam. Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai memiliki armada laut yang kuat sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar Samudra Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai mulai memudar. Pada tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis. Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim digantikan oleh Kerajaan Aceh yang muncul kemudian. Catatan lain mengenai kerajaan ini dapat diketahui dari tulisan Ibnu Battuta, seorang pengelana dari Maroko. Menurut Battuta, pada tahun 1345, Samudera Pasai merupakan kerajaan dagang yang makmur. Banyak pedagang dari Jawa, Cina, dan India yang datang ke sana. Hal ini mengingat letak Samudera Pasai yang strategis di Selat Malaka. Mata uangnya uang emas yang disebur deureuham (dirham). Di bidang agama, Samudera Pasai menjadi pusat studi Islam. Kerajaan ini menyiarkan Islam sampai ke Minangkabau, Jambi, Malaka, Jawa, bahkan ke Thailand. Dari Kerajaan Samudra Pasai inilah kader-kader Islam dipersiapkan untuk mengembangkan Islam ke berbagai daerah. Salah satunya ialah Fatahillah. Ia adalah putra Pasai yang kemudian menjadi panglima di Demak kemudian menjadi penguasa di Banten.
2    Kerajaan Demak
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah ini pada awalnya adalah sebuah wilayah dengan nama Glagah atau Bintoro yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Majapahit mengalami kemunduran pada akhir abad ke-15. Kemunduran ini memberi peluang bagi Demak untuk berkembang menjadi kota besar dan pusat perdagangan. Dengan bantuan para ulama Walisongo, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah timur Nusantara. Sebagai kerajaan, Demak diperintah silih berganti oleh raja-raja. Demak didirikan oleh Raden Patah (1500-1518) yang bergelar Sultan Alam Akhbar al Fatah. Raden Patah sebenarnya adalah Pangeran Jimbun, putra raja Majapahit. Pada masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Daerah kekuasaannya meliputi daerah Demak sendiri, Semarang, Tegal, Jepara dan sekitarnya, dan cukup berpengaruh di Palembang dan Jambi di Sumatera, serta beberapa wilayah di Kalimantan. Karena memiliki bandar-bandar penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik, Raden Patah memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadi negara maritim yang kuat. Dengan kekuatannya itu, Demak mencoba menyerang Portugis yang pada saat itu menguasai Malaka. Demak membantu Malaka karena kepentingan Demak turut terganggu dengan hadirnya Portugis di Malaka. Namun, serangan itu gagal. Raden Patah kemudian digantikan oleh Adipati Unus (1518-1521). Walau ia tidak memerintah lama, tetapi namanya cukup terkenal sebagai panglima perang yang berani. Ia berusaha membendung pengaruh Portugis jangan sampai meluas ke Jawa. Karena mati muda, Adipati Unus kemudian digantikan oleh adiknya, Sultan Trenggono (1521-1546). Di bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan. Trenggono berhasil membawa Demak memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1522, pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah menyerang Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Baru pada tahun 1527, Sunda Kelapa berhasil direbut. Dalam penyerangan ke Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggono gugur. Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono. Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen. Namun, Arya Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di Pajang. Joko Tingkir (1549-1587) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaannya kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pajang.
Di bidang keagamaan, Raden Patah dan dibantu para wali, Demak tampil sebagai pusat penyebaran Islam. Raden Patah kemudian membangun sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Demak. Dalam bidang perekonomian, Demak merupakan pelabuhan transito (penghubung) yang penting. Sebagai pusat perdagangan Demak memiliki pelabuhan-pelabuhan penting, seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik. Bandar-bandar tersebut menjadi penghubung daerah penghasil rempah-rempah dan pembelinya. Demak juga memiliki penghasilan besar dari hasil pertaniannya yang cukup besar. Akibatnya, perekonomian Demak berkembang degan pesat.
3    Kerajaan Banten
Kerajaan yang terletak di barat Pulau Jawa ini pada awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Banten direbut oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Fatahillah adalah menantu dari Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah salah seorang wali yang diberi kekuasaan oleh Kerajaan Demak untuk memerintah di Cirebon. Syarif Hidayatullah memiliki 2 putra laki-laki, pangeran Pasarean dan Pangeran Sabakingkin. Pangeran Pasareaan berkuasa di Cirebon. Pada tahun 1522, Pangeran Saba Kingkin yang kemudian lebih dikenal dengan nama Hasanuddin diangkat menjadi Raja Banten. Setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten kemudian melepaskan diri dari Demak. Berdirilah Kerajaan Banten dengan rajanya Sultan Hasanudin (1522- 1570). Pada masa pemerintahannya, pengaruh Banten sampai ke Lampung. Artinya, Bantenlah yang menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda. Para pedagang dari Cina, Persia, Gujarat, Turki banyak yang mendatangi bandar-bandar di Banten. Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan selain karena letaknya sangat strategis, Banten juga didukung oleh beberapa faktor di antaranya jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) sehingga para pedagang muslim berpindah jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Faktor lainnya, Banten merupakan penghasil lada dan beras, komoditi yang laku di pasaran dunia. Sultan Hasanudin kemudian digantikan putranya, Pangeran Yusuf (1570-1580). Pada masa pemerintahannya, Banten berhasil merebut Pajajaran dan Pakuan. Pangeran Yusuf kemudian digantikan oleh Maulana Muhammad. Raja yang bergelar Kanjeng Ratu Banten ini baru berusia sembilan tahun ketika diangkat menjadi raja. Oleh sebab itu, dalam menjalankan roda pemerintahan, Maulana Muhammad dibantu oleh Mangkubumi. Dalam tahun 1595, dia memimpin ekspedisi menyerang Palembang. Dalam pertempuran itu, Maulana Muhammad gugur. Maulana Muhammad kemudian digantikan oleh putranya Abu’lmufakhir yang baru berusia lima bulan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Abu’lmufakhir dibantu oleh Jayanegara. Abu’lmufakhir kemudian digantikan oleh Abu’ma’ali Ahmad Rahmatullah. Abu’ma’ali Ahmad Rahmatullah kemudian digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692).
Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai sebuah kerajaan yang maju dengan pesat. Untuk membantunya, Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1671 mengangkat purtanya, Sultan Abdulkahar, sebagi raja pembantu. Namun, sultan yang bergelar Sultan Haji berhubungan dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak menyukai hal itu berusaha mengambil alih kontrol pemerintahan, tetapi tidak berhasil karena Sultan Haji didukung Belanda. Akhirnya, pecahlah perang saudara. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian, lambat laun Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang berada di bawah kekuasaan Belanda.
4    Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan sebenarnya terdiri atas dua kerjaan:
Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia, menjadi raja bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi perdana menteri bergelar Sultan Abdullah. Karena pusat pemerintahannya terdapat di Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar. Karena posisinya yang strategis di antara wilayah barat dan timur Nusantara, Kerajaan Gowa dan Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya rempah-rempah. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar. Raja yang terkenal dari kerajaan ini ialah Sultan Hasanuddin (1653-1669).


5    Kerajaan Aceh
Berdiri pada abad ke 13M dan telah memainkan peranan penting didalam perkembangan dakwah islam di nusantara.

6    Kerajaan perlak
Perlak sebagai sebuah pelabuhan perniagaan yang maju dan aman di abad VIIIM., menjadi tempat kapal-kapal perniagaan Arab/Parsi Muslimin. Dengan demikian, maka berkembanglah masyarakat islam di daerah ini, terutama sekali dari sebab perkawinan antar saudagar muslim dengan perempuan setempat.

Tokoh – tokoh Penyebar agama Islam di Indonesia

Tokoh – tokoh Penyebar agama Islam di Indonesia
     Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali Sembilan.Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Nama-nama Walisanga yang mencolok atau banyak menyumbangkan sesuatu baik itu dalam pemerintahan,ekonomi,sosial,budaya dan lain-lain, sebagai berikut:
 1.Maulana Malik Ibrahim
Dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur. Ia disebut juga Sunan Gresik, Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
 2.Sunan Ampel
Dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya. Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja
 3.Sunan Bonang
Adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban). Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam.


4.Sunan Drajat
Dia juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakanIa menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
5.Sunan Giri
Nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik). merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik.
6.Sunan Kudus
Nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
7.Sunan Kalijaga
Nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
8.Sunan Muria
Dia adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.
9.Sunan Gunung Jati
Nama aslinya Syarif Hidayatullah, adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia antara lain karena:
a. Peranan Kaum Pedagang
Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang. Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
b. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam. Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu. Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya.
c. Peranan Para Wali dan Ulama
Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya

Bukti Islam masuk di Nusantara

Bukti tentang adanya islam di Indonesia di zaman dahulu, antara lain:
1.    Makam.
Ditemukannya batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik yang bertahun 475 H (1082)
2.    Masjid.
Berdirinya sebuah masjid di suatu7 wilayah akan memberikan petrunjuk bahwa adanya komunitas muslim di wilayah tersebut. Contohnya masjid Demak.
3.    Ragam hias.
Dengan diterimanya ajaran islam sebagai penuntun hidup, lahirlah beberapa ragam hias. Yaitu kaligrafi dan stiliran.
4.    Tata kota.
Terdapat tata kota, seperti kraton, alon-aln,masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, sarana pertahanan keamanan.

Sejarah masuknya Islam di Indonesia

Islam datang, berkembang dan melembaga di Indonesia melalui proses yang panjang. Proses islamisasi di Indonesia sekurang-kurangnya menghasilkan empat teori besar tentang: dimana, kapan, darimana islam datang dan berkembang di Indonesia.
1.    Teori pertama islam datang dari anak benua India. Teori ini mula-mula diperkenalkan oleh G. W. J. Drewes, kemudian dikembangkan oleh Snouckhorgronje. Alasan Drewes adalah orang Arab bermadzhab syafi’i menetap di Gujarat dan Malabar yang beragama Islam dengan orang Islam di Indonesia. Sedangkan Snouck Hurgronje berpendapat bahwa komunitas islam di India telah kokoh maka mereka mulai menyebarkan islam ke tempat lain termasuk Indonesia dengan cara berdagang yang menghubungkan wilayah timur tengah dengan wilayah Asia tenggara sambil menyebarkan agama islam.
2.    Teori kedua islam datang dari Bengal sebagaimana diungkapkan oleh S. Q. Fatimi. Dia beranggapan bahwa teori batu nisan di makam Malik al-Shaleh sama sekali berbeda dengan batu nisan di Gujarat, akan tetapi batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran Jawa Timur bertahun 475 H/1082M., justru memiliki kesamaan dengan batu nisan di Bengal.
3.    Teori ketiga bahwa islam datang ke Indonesia melalui Colomander dan Malabar. Menurut Thomas W. Arnold beralasan bahwa wilayah ini memliki kesamaan madzhab dengan nusantara waktu itu.
4.    Teori keempat menyatakan islam datang dari sumber aslinya yaitu Arab. Menurut Naguib al-Attas mengatakan bahwa untuk mengetahui islam datang dari mana, maka harus dipertimbangkan ialah kajian tentang teks-teks dan literature islam melayu Indonesia dan sejarah pandangan melayu terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan leh para penulkis islam di Asia Tenggara pada abad 10H-11H/16-17M.

Iman Kepada Malaikat

Pengertian Iman Kepada Malaikat
Iman Kepada Malaikat yaitu percaya bahwa Malaikat adalah makhluk ghaib, yang asal kejadiannya dari nur atau cahaya. Mereka memiliki akal dan tidak mempunyai nafsu. Maka dari itu mereka senantiasa patuh kepada Allah SWT serta tidak pernah mendurhakainya.

·    Penciptaan Malaikat
Malaikat diciptakan oleh Allah dari cahaya. Sebagaimana dijelaskan Rosulullah SAW dalam sabdanya “ malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepadamu.”
·    Sifat Malaikat
v    Malaikat selalu memperhambakan kepada Allah dan patuh akan segala perintahNya serta tidak pernah berbuat maksiyat dan durhaka kepadaNya
v    Malaikat di sucikan dari sifat-sifat manusia seperti lapar,sakit, makan, minum, payah, dan lain sebagainya
·    Aplikasi beriman kepada Malaikat
v    Akan lebih meyakini dan mengenal kebesaran serta kekuasaan Allah yang menciptakan serta menugaskan Malaikat
v    Bertambah bersyukur kepada Allah yang telah menugaskan para Malaikat untuk menjaga, membantu, dan mendoakan manusia
v    Berusaha selalu berbuat kebaikan sebab para Malaikat selalu mengawasi dan mencatat setiap amal perbuatan manusia
v    Berusaha mensucikan jiwa sehimgga mendapatkan perhatian Malaikat dengan senantiasa di doakannya agar memperoleh rahmat dan ampunan Allah

Islam Pada masa Kholifah Umar Bin Khatab

Umar Bin Khattab (13-23 H/634-644M)
Umar bin khatab berasal dari suku Quraisy. Bapaknya bernama Khatab dan ibunya bernama Khamah. Pendapat lain mengatakan bapaknya bernama Nufail Al-Quraisy dan ibunya bernama hantamah binti Hasim. Umar masuk islam pada saat berusia 33 tahun.
Di masa jahiliyah, beliau adalah seorang saudagar yang berpengaruh dan berkedudukan tinggi. Beliau terkenal sebagai orang yang pemberani, tidak mengenal takut dan gentar, mempunyai ketabahan dan kemauan yang keras dan tak mengenal ragu dan bimbang.
Masuknya umar kedalam barisan islam telah membawa perubahan baru bagi masyarakat islam, karena setelah beliau masuk islam, umat islam berani menjalankan shalat di rumahnya masing-masing, tidak lagi merasa takut dalam menghadapi orang-orang Quraisy. Selain itu umat islam pun berani berdakwah secara terang-terangan, tidak lagi sembunyi-sembunyi.
Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Abu Bakar, dan menjadi khalifah dari tahun 13 H-23 H/634M-644M. Beberapa usaha yang telah diperbuat beliau selama 10 tahun pemeritahannya antara lain:
1.    Meningkatkan kesejahteraan rakyat
2.    Mengembangkan wilayah islam sampai persia, mesir, syiria, irak, dan palestina
3.    Memulai perhitungan tahun baru hijriah
4.    Mengangkat gubernur dan dan hakim di tiap-tiap profinsi
5.    Memperbaiki undang-undang
6.    Mendirikan baitul mal
7.    Membentuk dewan musyawarah terdiri dari Usman Bin Afan, Ali Bin Abi Tholib, Zubair Bin awwam, Saad Bin Abi Waqas, Abdurrahman Bin Auf dan Thalhah Bin Ubaidillah.
Umar Bin Khattab wafat pada hari ahad awal bulan Muharram 24 H atau 644M akibat ditikam oleh Fairuz atau Abu lu’lu’(seorang persia yang telah dimerdekakan) ketika beliau sedang menunaikan shalat subuh di masjid Nabawi

Hidup Teratur

Hidup teratur adalah hidup yang berasal dari luapan ketaatan dan kecintaan pada harmonitas kehidupan. Bisa dibayangkan kalau dalam kehidupan ini tidak ada tata aturan dalam melakukan sesuatu. Pasti kehidupan ini akan dipenuhi dengan kecarut-marutan yang merugikan. Bisa merugikan diri sendiri ataupun orang lain, bahkan lingkungan alam
·    Contoh-contoh perilaku teratur
ü    Dalam kehidupan pribadi, pada siang hari manusia dianjurkan untuk mencari rizki. Sedangkan malam hari digunakan untuk istirahat. Bisa dibayangkan jika manusia bekerja siang malam, tentu berdampak negatif bagi kesehatan. Begitu juga dengan makan, makan jika tidak teratur pun akan menimbulkan sakit mag
ü    Dalam kehidupan keluarga, manusia dianjurkan menjalankan tugas dan peran masing-masing. Misal seorang ibu bertugas untuk memasak. Jika ibu tidak memasak sementara saat suami pulang bekerja mendapati meja makan tak ada makanan, maka hal itu bisa menyebabkan pertengkaran
ü    Dalam kehidupan bermasyarakat, jika seseorang telah mendapat jadwal ronda tetapi tidak teratur berjaga, atau malah tak pernah datang, maka ia bisa di jauhi oleh para tetangga. Atau contoh lain dalam berlalu lintas, jika pengguna jalan tidak mematuhi aturan lalu lintas maka bisa menimbulkan kemacetan ataupun kecelakaan
ü    Dalam kehidupan sekolah, jika siswa teratur dalam mengikuti pelajaran maka kemungkinan besar ia akan memperoleh banyak pengetahuan ketimbang siswa yang sering bolos sekolah
ü    Dalam kehidupan bernegara kita pun diharuskan menaati peraturan yang telah ditetapkan pemerintah seperti contoh seseorang yang telah berusia 17 tahun keatas diwajibkan memiliki KTP, orang yang mempunyai motor atau mobil diwajibkan memiliki SIM dan STNK
·    Implikasi Keteraturan
Implikasi dari keteraturan adalah lahirnya kedisiplinan. Yakni ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Tanpa kedisiplinan, sebuah aturan bagaimanapun baiknya tidak akan berarti dan bermanfaat